"Tanpa kamu hidup ini tak berarti, tanpa kamu jiwaku terasa sepi"
Setelah istri saya melahirkan, keadaan rumah tangga saya mulai berantakan.
Pertama karena ekonomi yang menipis hingga pada akhir nya mertua saya pun mulai memandang saya sebelah mata.
Kehidupan ini memang takan pernah ada yang abadi, sama seperti perjalanan hidup saya yang jatuh bangun melawan keabadian, kadang saya merasa bahagia, namun terkadang pula kebahagiaan itu berganti menjadi duka.
Saya pun mencoba untuk bertahan di dalam froblema rumah tangga saya dengan harapan suatu sa'at nanti froblema yang menimpa rumah tangga saya akan berubah menjadi kebahagiaan yang dulu saya rasakan bersama istri saya, sa'at di mana kita selalu berbahagia di masa masa berpacaran.
Namun ternyata froblema itu menembus titik emosi yang paling tinggi di dalam benak kami, sampai pada akhir nya kami berpikir takan pernah ada lagi jalan keluar di dalam froblema rumah tangga kita.
Yang lebih menambah rumit lagi adalah kita tida tinggal di dalam satu rumah lagi, saya tinggal bersama orang tua saya, sedangkan istri saya bersama anak say tinggal di rumah orang tua nya pula.
Keadaan semakin memburuk karena mertua saya terlalu berlebihan menyampuri urusan rumah tangga saya, padahal maksud dari kesimpulan saya untuk tinggal sementara dengan orang tua saya agar kita bisa salin menginro diri, memperbaiki diri agar kita bisa menemukan jalan terbaik dari pengasingan itu.
Tetapi sekali retak ya memang lah retak, belum sampai pada umur satu tahun rumah tangga kita, istri saya pun lebih menuruti kemauan orang tua nya untuk berpisah dengan saya.
Satu bulan sesudah hari raya Idul Fitri, kita pun resmi bercerai, dan saling menjalani kehidupan kita masing masing.
Setelah bercerai suasana hati saya tidak pernah menemukan keseimbangan,
Hari hari saya penuh dengan air mata, meratapi kehidupan yang amat sangat kejam bagi saya, setiap harinya saya hanya bisa menangis mengingat kebahagiaan yang dulu sama sama kita rasakan namun hanya karena emosi yang tidak terkendalikan, kebahagiaan itu hilang dengan sekejap mata.
Satu jam saya bisa mencintai nya, satu jam saya bisa meyakini bahwa dia bidadari yang akan selalu ada di dalam hati saya, namun perlu waktu yang sangat panjang untuk melupakannya.
Saya hanya bisa mengadu kepada tuhan "mengapa kita di persatu kan jika pada akhirnya kita harus di pisahkan"
Dan saya pula hanya bisa berharap "suatu sa'at nanti entah kapan pun itu, kita bisa sama sama bersatu kembali, melanjutkan kebahagiaan yang dulu pernah kita berdua rasakan"
Namun satu hal yang tidak pernah terjadi di dalam hidup saya, yaitu "saya sangat mencintai bidadari hati saya, saya sangat mencintai hati saya, dia adalah jantung hati saya, dia adalah denyut nadi saya, tanpa dia, saya bagaikan mayat hidup yang berdiri tanpa nyawa dan hidup tanpa jiwa"
I Love You Bidadari hatiku.
I Love You Putra sulungku.
Aku sayang kalian hingga akhir hayatku.
The End . . .
0 Response to "Bidadari Hatiku Eps.4"